expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

widget

Selasa, 24 November 2015

Malam Rabu

Hai.
Oke, gue kembali dengan cerita ngasal yang nggak punya inti dan arah cerita.
Lagi pengen nge-random nih.
Ceritanya baru selesai ngerjain tugas kuliah yang di kumpulnya kamis. Sebenarnya tugasnya nggak akan susah kalau gue udah mulai nulis dari kemarin-kemarin. Yah, tapi gimana dong? Emang udah dari sononya kali. Kayak hukum alam yang mengharuskan kalau ada tugas kerjain sehari sebelum di kumpul. HAHA (ketahuan banget anak SMA nya)

Cerita soal kampus, duh, gue mendadak pengen langsung wisuda aja. Ngelihat kakak gue yang udah wisuda dan abang gue yang baru siap sidang akhir, rasanya gue pengen sama kek mereka. Instan banget rasanya lihat mereka udah lega karena menyelesaikan pendidikan mereka. Membanggakan orangtua dengan senyuman terhebat yang patut mereka banggakan. Jangankan kedua orangtua gue, gue aja bangga selaku adeknya.

Ngomong-ngomong, gue ngucapin selama dulu buat abang gue tercinta, Andri Juniper Fernandes Panjaitan. Hehe. Lulus sarjana di Teknik Sipilnya. Semoga berkah yah, bang. Dapat kerjaan bagus. Gaji pertama sama orangtua, gaji kedua untuk gue, dan gaji ketiga untuk masa depan lo. *Apadah?

Huaah, mendadak bingung mau nulis apa, padahal tadi udah semangat-semangatnya nulis. Eh iya, gue mau promosi dong, add gue di Wattpad bagi orang-orang yang suka baca. Ada karya gue yang tak seberapa, yang untungnya buat gue lumayan bangga karena bisa mencapai 69 viewers padahal baru hampir seminggu menulis. Ceritanya gue nggak ngerti, entah gue udah mulai pintar nulis, atau mereka merasa kasihan. Ah, kasihan gue!

Senang deh waktu tau kalau cerita kemarin yang udah gue buat viewersnya nyampek 125 orang. Tapi emang dasarnya gue nggak sabaran, yah akhirnya gitu. Gue hapus tuh cerita dan mulai fokus sama puisi. Dan detik ini, gue kembali ke genre gue. Gue mulai nulis lagi. Sama kayak di sini. Nulis nggak jelas. Sekedar menyampaikan isi hati gue.

Byeeeeeee....

Senin, 16 November 2015

Pembukaan Pertama

Haii,
Kayaknya udah lama gue nggak pernah ngisi nih blog lagi? Iya, nggak sih?
Oke, bodoh amat sama jawaban atas pertanyaan gue yang nggak penting di atas. Karena alasan kita buat blogger inipun bukan untuk sekedar have fun aja, tapi pemenuhan tugas dari guru TIK kesayangan IPA 3. Huaah, ingat ini, jadi ingat gimana dulu perjuangin blog biar tampil cantik dan menarik dan sekarang setelah semuanya sudah selesai, gue yakin -bukan hanya gue tapi teman seangkatan gue yang lainnya- nggak ada satupun yang peduli sama blogger ini lagi. Kita seolah beranjak dewasa dan meninggalkan dunia putih abu-abu kita.

Hai, Still Greatest.
Entah kenapa hari ini gue pengen banget ngisi blog ini. Sekedar curhat tentang kuliah gue atau sekedar menyampaikan rasa rindu gue sama teman-teman kocak yang pernah gue temui di masa putih abu-abu gue. Emang benar kata orang 'Masa SMA adalah masa yang tak terlupakan'. Yah iyalah nggak terlupakan. Bayangin aja, saat SMA lo bisa ngelakuin hal gila yang orang lain mungkin akan geleng-geleng dan nggak percaya kalau -gue- pernah melakukannya. Tekankan aja sama gue. Karena ini blog gue.

Ah, Greatrest, apa kabar kalian di sana? Apa kabar anak Yogya? Apa kabar anak Semarang? Apa kabar anak Bandung? Apa kabar anak Malang? Apa Kabar anak Malang? Apa kabar anak penjuru dunia lainnya? Suatu saat kalau kalian buka blog ini lagi, kalian pasti mikir anak Medan yang satu ini kurang kerjaan sekali menyapa kalian yang lagi sibuk sama tugas kampus. Hey, jangan salah paham. Jangan kira anak Medan kali ini nggak sibuk sama sekali, bahkan kalau boleh jujur, gue malah kelanjut sibuk pake banget.
Kadang kesel sih, kenapa jadwal kuliah gue masih terbilang santai ketimbang kalian yang mulai nggak bisa tidur tenang di singgah sana kalian. Mungkin karena kita sudah terbiasa akan tugas Pak Rait makanya gue bisa terbilang bebas. Yah, mungkin.
Weistt, tenang dulu bukan berarti gue juga main-main di sini. Gila, nggak pernah tuh ada alasan buat gue tenang. Keburu gila kalau gue bisa tenang dan hanya main-main.

Kampus kita punya kesibukan masing-masing, yah kan? Bedanya kampus gue nggak kayak kampus kalian. Yah iyalah buk, kampus gue apa gitu yah kan. Tapi kampus kita semua tetap Oke kok. Semuanya tanpa terkecuali.

Dan kalian tau nggak waktu pertama kali gue menggunakan kata kampus, saat itu gue sadar, kita makin tua guys. Padahal dulu kita masih sebut sekolah. Iya. Sekolah. Guru. Kepsek. Dan apalah hal lainnya. Dan kini apa sebutan baru yang sering kita lontarkan?
"Gimana kampus mu?"
"Gimana dosennya?"
"Gimana Rektornya?"
Dan, what are you think about it? Konyol bukan sih? Ngerasa tugas nggak sih? Atau hanya gue yang beranggapan kek gitu. Oh, okay. I don't care about it.

Let's talk about our memories.
Guys, are you remember when the first you stay in SMANSA? What are you feel? I think, we have any expression when we stay in here. Right? Misalnya aja gue, yang ngerasa nyesel kenapa masuk di sini? Kenapa gue begitu tololnya bisa masuk di kelas kedua dari akhir kelas unggulan? Kenapa gue nggak masuk di kelas yang sama dengan teman lama gue? Kenapa gue terjebak dengan orang-orang yang pendiamnya minta ampun kayak kalian? Kenapa mesti gue ada di antara orang-orang yang dalamnya mungkin pintar tapi terlalu 11-12 sama kuburan? Dan kenapa-kenapa lainnya yang nggak bisa gue ungkapkan sendiri.

Sama kayak apa yang udah kita utara di perpisahan kita di puncak gunung sana, kita mulai menilai satu sama lain. Si sombong yang menyebalkan, si konyol yang jahil, bahkan si devil yang nggak bisa diem. Semuanya kita rekam lalu kemudian entah bermula dari mana (yang mungkin pembuatnya adalah kelompok ku sendiri), kita mulai membentuk kubu. Ada si kumpulan cewek-cewek kece yang nggak pernah bisa diem, ada kumpulan anak-anak hits yang selalu kepo di dalam kelas, ada kumpulan cowok-cowok bermulut ember yang enggak bisa diem untuk nggak bergossip, dan kubu lainnya. Kita pecah di situ. Dan kayaknya kalian tau hal itu.

Dan, kalian tahu apa yang pertama kali yang gue tangkap atas perpecahan itu? It's not difference when i was in Junior High School. It's so same. Why my calss always endding with the genk? Kita satu guys, bukan ada gue sama kelompoko gue, bukan ada elo sama anak-anak kece lo, bukan juga dia sama kumpulan kebonya.

Okey, gue nggak ambil pusing. Kita belum terbiasakan. Kita masih baru. Dan karena hal itu kita jadi miliki kubu masing-masing. Sama kayak gue. It's our journey. Permulaan. Dan gue yakini hal itu sampai akhirnya gue yakin hal ini nggak akan berubah. Kita berlanjut ke kelas selanjutnya. Masih dengan orang yang sama.

Hanya gue yang netral. Berteman dengan siapa aja kecuali anak-anak cowok yang sumpah kadang bikin telinga gue pengen pecah. Kesal sama mulut mereka yang nggak bisa tenang untuk nggak membicarakan orang. Gue bukannya nggak suka, cuman yah itu, gue bukan tipikal orang yang pedulian sama begituan. Kita punya hidup masing-masing. Yah, jalani. Tenang aja, selagi lo nggak ganggu mereka, yah mereka nggak akan ganggu hidup lo kan? Dan itu yang gue pegang saat ini.

Dan saat itu gue sadar, emang kelas kita yang seperti ini. I'm Give up. Our situasion so difference. We have many problem but we don't have many time to discuss our problem. Just silence and always believe, god can help us. Hahaha

Konyol. Gue benci situasi kita yang emang kek gini. Gue berusaha untuk dekat sama semuanya. Dengan cara gue. Walau enggak menutup kemungkinan kalau gue masih lebih mementingkan kepentingan kelompok gue. Lagian kalian nggak peduli sama gue yang mencoba untuk menggabungkan kita menjadi satu lagi. We are same, guys. Pengen gue teriak kek gitu. Tapi percuma. Semuanya udah selesai kan?

Untungnya waktu kita kelas 3, kita mulai berbaur. Mencoba untuk menghilangkan ego masing-masing. Saling cerita dan mencari solusi atas masalah pribadi kita. Sikap kita juga makin dewasa. Kita nggak mudah mencak-mencak kayak kita masih berada di awal masa sekolah. Kita mulai memahami arti bersama. Dan saat tangis kita pecah di perpisahan kita. Entah untuk sekedar menyadari kalau dulu itu kita terlampau kekanak-kanakan atau karena waktu kita udah selesai sampai di sini. Kecewa sudah pasti. Kenapa mesti di akhir kita melangkah untuk menjadi dewasa baru kita mengukir segudang tawa? Kenapa mesti di akhir kita menuju kedewasaan kita baru saling mengenal? Kenapa mesti ada tangis di saat kita mulai yakin bawa ini awal kita melangkah?

Bahkan kalian tahu? Rasa penyesalan itu sampai gue bawa hingga detik ini. Tapi gue nggak pernah menangisi hal itu. GUe bersyukur setidaknya ada sedikit waktu yang gue tuangi di cerita kalian. Walau sedikit setidaknya pernah. Daripada kosong sama sekali.

Hey, udah dulu yah, gue mau ngerjain tugas penting. Bye-bye di cerita selanjutnya. Sayang kalian, Greatest.